Bukankah hidup ada perhentian * Tak harus kencang terus berlari * Cobalah untuk menghela nafas * Agar siap berlari kembali

Jumat, 09 Maret 2012

3 Alasan AVB Dipecat Dari Chelsea

Secara umum, Andre Villas-Boas (AVB) adalah pelatih menjanjikan. Untuk kelas pelatih papan atas, usianya masih sangat muda, 34 tahun. Prestasinya di FC Porto pasti akan sangat menggoda para pemilik klub untuk menggaetnya.

Dalam semusim (2010-2011) di Porto, AVB meraih empat trofi juara: Super Portugal, Liga Portugal, Europa League dan Piala Portugal. Bahkan dalam semusim itu, Porto tidak terkalahkan.

Dengan catatan itulah, pemilik Chelsea Roman Abramovich rela merogoh kocek hingga 15 juta euro untuk memboyongnya ke Stamford Bridge. Abramovich mungkin berpikir AVB punya keuntungan karena pernah menjadi asisten pelatih Chelsea dan titisan Jose Mourinho, pelatih sukses Chelsea yang memberi enam trofi juara pada masa 2004-2007.

Masa kerja AVB untuk kedua kalinya di Chelsea, kali ini sebagai pelatih (manager), terlihat menjanjikan. The Blues meraih 9 kemenangan dalam 12 pertandingan awal di Liga Premier musim ini.

Namun apa daya. AVB mulai menemui jalan terjal ketika kompetisi memasuki bulan Desember 2011 dan Januari 2012 yang dikenal sebagai masa padat pertandingan Liga Premier.

Puncaknya, Chelsea hanya mampu meraih satu kemenangan dalam tujuh partai terakhirnya di semua ajang. Bahkan yang terbaru, Chelsea untuk pertama kalinya sejak 1979 mengalami kekalahan dari West Bromwich Albion.

Chelsea pun terperosok di posisi kelima dan terancam dilompati oleh Newcastle United yang hanya berada setingkat di bawah. Akibatnya, AVB harus rela kehilangan pekerjaan.

Apa yang membuat AVB dengan latar belakang keren justru gagal di Chelsea?

Gaya bermain Chelsea
AVB tidak meramu permainan yang sesuai dengan mayoritas amunisi Chelsea yang mulai keropos dimakan usia. Dia mengusung konsep permainan gaya Inggris — ada unsur umpan jauh dan umpan silang untuk menjaring gol — yang sudah mulai ditinggalkan oleh sejumlah tim papan atas.

Chelsea punya keunggulan dalam aliran bola di lapangan tengah. Penguasaan bola berjalan dinamis, namun Juan Matta dkk. Selalu sulit mengakhiri serangan dengan peluang mencetak gol.

Akibatnya, Chelsea selalu mengakhiri serangan dengan umpan silang nan monoton dan mudah diantisipasi lawan. Adapun tim-tim papan atas Liga Premier mulai arang melepas umpan silang. Para pemain sayap lebih suka menerobos masuk kotak penalti lawan.

Di Chelsea, pemain sayap yang kadang kala menerobos hanya Ashley Cole. Tidak heran kalau pemain tim nasional Inggris ini adalah penghasil assist kedua terbanyak di Chelsea musim ini, di bawah Matta. Anehnya, AVB tidak melihat hal ini perlu dioptimalkan.

Salah satu kelemahan Chelsea di tangan AVB adalah kurangnya gerakan pemain tanpa bola, ditambah lagi jarak antara pemain yang berjauhan. Gaya bermain seperti ini memang berhasil diterapkan di Porto. Namun para pemain Chelsea mulai uzur. Bahkan melepaskan diri dari kawalan bek lawan pun mereka sudah kesulitan.

Singkatnya, permainan Chelsea menjadi monoton dan mudah dibaca lawan.

AVB berlagak diktator
Dia tipe pelatih keras dan terobsesi pada detail. Dari menit ke menit, AVB selalu memberi instruksi dari pinggir lapangan seperti hanya dilakukan oleh Rafael Benitez atau Louis van Gaal.

Tetapi AVB tidak demokratis. Dia enggan berdiskusi dengan para pemainnya. Perintahnya tak bisa dibantah. Bila seorang pemain dianggap tidak bermain dengan baik, AVB tidak segan-segan mencadangkannya di partai berikut.

Itulah yang terjadi pada gelandang dan wakil kapten tim, Frank Lampard. Bersama dengan kapten John Terry, Lampard adalah maskot Chelsea. Pujaan suporter. Pemain tertajam Chelsea musim ini dengan 10 gol. Namun AVB dengan cuek menjadikannya sebagai pilihan kedua, bukan lagi pemain utama.

Oleh Hedi Novianto

Tidak ada komentar:

Posting Komentar